Scroll untuk membaca artikel
Nasional

Dimensi Spiritual dalam Penyembuhan Stress dan Maag: Pendekatan Tasawuf terhadap Kesehatan Jiwa dan Raga

×

Dimensi Spiritual dalam Penyembuhan Stress dan Maag: Pendekatan Tasawuf terhadap Kesehatan Jiwa dan Raga

Sebarkan artikel ini
Dokumen: JatimTrending.id
Dokumen: JatimTrending.id

Penulis: Lora Jamaluddin Syam
Ketua Komunitas Lora Madura (KOLOM).

PAMEKASAN | JATIMTRENDING.ID — Tasawuf sebagai disiplin spiritual dalam Islam tidak sekadar memandang penyakit dari aspek medis atau psikologis, melainkan menelisik lebih jauh hingga akar ruhani serta kondisi batin manusia.

Scroll Untuk Membaca Artikel
Scroll Untuk Membaca Artikel

Stress, dalam kajian medis modern, sering dipahami sebagai ketegangan jiwa akibat tekanan sosial maupun psikologis. Namun, dalam tasawuf, stress dikaji sebagai fenomena kegelisahan hati yang jauh dari ketenangan ilahiah.

Gelisah yang timbul karena keterputusan dari Allah, rasa takut berlebihan terhadap dunia, serta mengandalkan kekuatan diri semata tanpa tawakal, merupakan faktor penyebab utama stress menurut perspektif sufistik.

Kecintaan berlebihan terhadap dunia (hubbuddunya) membuat hati tidak lapang menerima takdir. Akibatnya, setiap keterbatasan harta, pekerjaan, atau keluarga seringkali dirasakan sebagai penderitaan yang menyesakkan batin.

Al-Qur’an menegaskan, “Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menjadikan baginya jalan keluar.” (QS. At-Thalaq:2). Ayat ini menegaskan keterhubungan spiritual sebagai solusi bagi tekanan jiwa.

Dalam tradisi tasawuf, jalan penyembuhan stress diarahkan melalui dzikir, muraqabah, serta kesadaran untuk senantiasa menghadirkan Allah dalam hati sebagai sumber utama ketenangan jiwa.

Baca Juga :  Disdukcapil Probolinggo Turun ke Desa, Urus KTP hingga KK Kini Bisa di Balai Desa

Selain itu, tawakal dan ridha terhadap segala ketentuan menjadi fondasi batin. Mengingat kefanaan dunia dan mengarahkan orientasi hati kepada akhirat merupakan pilar spiritual mengurangi tekanan mental.

Latihan qana’ah, yakni merasa cukup dengan pemberian Allah, menjauhkan manusia dari ambisi yang justru membebani jiwa. Dengan demikian, kedamaian batin tumbuh bukan dari kepemilikan materi, melainkan dari kepasrahan.

Imam al-Ghazali pernah menegaskan, “Ketenangan tidak ditemukan pada dunia yang dikejar, tetapi pada Tuhan yang senantiasa hadir.” Kalimat ini menjadi prinsip penting dalam memahami relasi antara stress dan spiritualitas.

Berbeda dari stress, maag sering dipahami sebagai gangguan fisik pada lambung. Namun, tasawuf melihatnya sebagai gejala psikosomatis yang berkaitan erat dengan kondisi batin, emosi, dan beban pikiran.

Kecemasan yang berkepanjangan, amarah yang dipendam, serta nafsu ammarah yang tidak terkendali, menjadi faktor spiritual yang memicu gangguan pencernaan. Tubuh merespons beban jiwa dengan bentuk penyakit.

Selain itu, pola makan berlebihan tanpa disertai dzikir dan rasa syukur dipandang sebagai perilaku yang merusak keseimbangan lahir batin. Imam al-Ghazali menegaskan bahwa banyak penyakit bersumber dari berlebihan makan.

Dalam perspektif tasawuf, solusi bagi maag tidak hanya berwujud terapi medis. Ia membutuhkan tazkiyatun nafs, yakni penyucian jiwa dari amarah, iri hati, kecemasan, serta ketergantungan berlebihan pada dunia.

Baca Juga :  Bupati Pamekasan Terpilih KH. Kholilurrahman Hadiri Wisuda IAI Al Khairat Ke 27

Adab makan juga ditekankan: mengonsumsi makanan perlahan, dengan menyebut nama Allah, serta menjaga ketenangan batin saat makan. Hal ini diyakini mendatangkan keberkahan serta kesehatan spiritual dan fisik.

Puasa sunah dianjurkan sebagai sarana menenangkan sistem pencernaan sekaligus melatih jiwa. Dalam tradisi sufi, puasa berfungsi ganda: membersihkan tubuh dari racun sekaligus menenangkan hati dari gejolak nafsu.

Latihan sabar dan syukur juga ditekankan. Sabar menghadapi ujian hidup menenangkan jiwa, sementara syukur menjauhkan hati dari keluhan yang justru dapat memperparah kondisi fisik, khususnya organ pencernaan.

Al-Qur’an menegaskan dalam QS. Al-Baqarah ayat 155–157 bahwa ketakutan, kelaparan, dan kekurangan merupakan ujian. Solusinya adalah sabar, yang menjadi kunci ketahanan mental dan kekuatan tubuh dalam menghadapi penderitaan.

Dalam QS. Ar-Ra’d ayat 28 ditegaskan, “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.” Ayat ini mengaitkan secara langsung antara dzikir, ketenangan jiwa, dan stabilitas kondisi fisik manusia.

Ketika manusia berpaling dari Allah, sebagaimana ditegaskan QS. Thaha ayat 124, kehidupan terasa sempit. Kesempitan batin ini seringkali termanifestasi sebagai keluhan fisik seperti sesak dada atau gangguan lambung.

Baca Juga :  Bupati dan Wabup Bangkalan Turun Langsung, Gerakkan Pemuda Lewat Aksi Sosial: Bangkalan Berbagi

Nabi Ya’qub memberikan teladan ketika menghadapi kesedihan mendalam. Dalam QS. Yusuf ayat 86, beliau menegaskan bahwa hanya kepada Allah keluhan dan kesedihan ditumpahkan, bukan dengan menyalahkan takdir.

QS. Al-Insyirah ayat 1–6 juga mengajarkan bahwa kelapangan dada bersumber dari Allah. Tekanan batin yang menimbulkan rasa sesak dapat dilapangkan hanya melalui hubungan spiritual, bukan sekadar solusi duniawi.

Tasawuf mengajarkan bahwa penyakit fisik seringkali memiliki akar batin. Stress dan maag merupakan contoh nyata bagaimana kegersangan spiritual menjelma sebagai penderitaan tubuh yang nyata dan dirasakan sehari-hari.

Ketika hati jauh dari dzikir, tubuh merintih melalui penyakit. Ketika jiwa dipenuhi keluhan, lambung ikut memprotes. Hubungan ini menunjukkan kesatuan erat antara kesehatan fisik dan spiritual.

Penyembuhan stress dan maag dalam tasawuf tidak berhenti pada aspek medis. Ia melibatkan transformasi batin, penyucian jiwa, serta kembali kepada Allah dengan hati yang ikhlas, tenang, dan penuh pasrah.

Dengan demikian, perspektif tasawuf memberi kontribusi signifikan dalam memahami penyakit modern. Penyembuhan sejati bukan sekadar perbaikan tubuh, melainkan rekonsiliasi antara jiwa dan Tuhannya, sehingga lahir ketenangan hakiki.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *