Scroll untuk membaca artikel
Daerah

Fenomena Gerhana Bulan di Pamekasan, Warga Gelar Tradisi Unik Bangunkan Ternak dan Pepohonan

×

Fenomena Gerhana Bulan di Pamekasan, Warga Gelar Tradisi Unik Bangunkan Ternak dan Pepohonan

Sebarkan artikel ini
Gerhana bulan total di langit Pamekasan pada 8 September 2025
Gerhana bulan total terlihat jelas di langit malam Pamekasan, Senin (8/9/2025) dini hari.

PAMEKASAN | JATIMTRENDING.ID — Fenomena gerhana bulan total terlihat jelas di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, Senin (8/9/2025) dini hari.

Warga setempat menyaksikan momen langka ini sejak pukul 22.28 WIB hingga puncaknya pada 01.11 WIB.

Scroll Untuk Membaca Artikel
Scroll Untuk Membaca Artikel

Sejumlah warga membangunkan anak-anak mereka yang tidur pulas agar bisa melihat langsung gerhana bulan total.

Tidak hanya membangunkan orang tidur, masyarakat juga melaksanakan tradisi unik yang diwariskan secara turun-temurun.

Baca Juga :  HKTI Pamekasan Mantapkan Sinergi dengan Bupati untuk Swasembada dan Ketahanan Pangan

Tradisi tersebut antara lain membangunkan hewan ternak yang sedang tidur, serta memukul-mukul pepohonan di sekitar rumah.

Seperti dilakukan Hayati, warga Dusun Bunot, Desa Pangurayan, Kecamatan Proppo, yang turut menjaga tradisi tersebut.

Begitu mengetahui adanya gerhana bulan, Hayati segera keluar rumah dan membangunkan ayam serta burung merpati.

Setelah itu, ia juga menggoyangkan pepohonan mangga di halaman rumah agar tidak dianggap tertidur.

“Kalau ayam dan merpati, cukup pukul dinding kandangnya. Kalau pohon besar, pakai kayu,” jelas Hayati.

Baca Juga :  Bupati Pamekasan Pimpin Apel Gabungan Penertiban PKL: Menata Kota, Menghidupkan Ekonomi Rakyat

Menurut Hayati, kebiasaan ini sudah ia kenal sejak kecil, diwariskan dari orang tua serta kakeknya.

Dulu, masyarakat bahkan memukul kentongan dan mengumumkan lewat pengeras suara masjid agar semua ikut bangun.

Namun kini, tradisi tersebut mulai jarang dilakukan. Kesibukan membuat sebagian warga tidak melaksanakannya lagi.

Padahal, kata Hayati, tradisi ini menyimpan pesan mendalam tentang kesedihan bulan atas wafatnya keturunan nabi.

Sementara itu, Abdul Wafi, warga Desa Pangurayan lainnya, menyebut tradisi ini dipercaya menjaga kesehatan hewan ternak.

Baca Juga :  HUT ke-57 BPJS Kesehatan, dr. Siti Mudrichatun: Terus Inovatif dan Jadi Garda Depan Layanan Kesehatan Masyarakat

Selain itu, pepohonan yang jarang berbuah diyakini akan lekas berbuah setelah dibangunkan ketika gerhana bulan.

Meski begitu, Lora Fathor Rosi, tokoh agama setempat, menyebut Islam tidak mengenal tradisi semacam itu.

Umat Islam, kata Lora Fathor, justru dianjurkan melaksanakan salat gerhana serta memperbanyak doa dan salawat.

“Tradisi boleh saja dilakukan asal tidak melanggar syariat. Namun, ibadah tetap lebih utama,” tegasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *