Penulis: RKH. JAMALUDDIN SYAM
Ketua Tanfidziyah PC. JATMA ASWAJA Pamekasan.
NASIONAL | JATIMTRENDING.ID — Delapan puluh tahun telah berlalu sejak bangsa Indonesia meraih kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Perjalanan panjang ini bukan sekadar catatan sejarah, melainkan anugerah besar dari Allah Swt. yang wajib disyukuri.
Kemerdekaan yang kita nikmati sekarang bukan hanya hasil perjuangan fisik melawan penjajahan, melainkan juga buah keteguhan jiwa. Para pejuang terdahulu rela berkorban demi kebebasan generasi penerus bangsa.
Namun, merdeka bukanlah akhir dari perjuangan. Hakikat kemerdekaan sesungguhnya adalah kebebasan lahir dan batin, yakni terbebas dari penjajahan fisik sekaligus penaklukan terhadap hawa nafsu yang menjerat jiwa manusia.
Rasulullah Saw. mengingatkan bahwa musuh terbesar manusia bukanlah bangsa asing, melainkan hawa nafsu dalam diri. Thoriqoh mengajarkan pembebasan hati dari belenggu nafsu yang menyesatkan kehidupan manusia.
Dalam perspektif thoriqoh, merdeka berarti terbebas dari sifat serakah, iri dengki, sombong, dan cinta dunia berlebihan. Jiwa yang merdeka adalah jiwa yang tunduk sepenuhnya pada Allah Swt.
Momentum 80 tahun kemerdekaan seyogyanya menjadi cermin untuk bangsa Indonesia. Sudahkah kita bebas dari kemiskinan, kebodohan, dan kerusakan moral? Ataukah kita hanya merdeka secara fisik, namun batin tetap terbelenggu?
Thoriqoh memberikan jalan pembebasan dengan mujahadah, dzikir, serta riyadhah. Praktik spiritual ini mengajarkan pengendalian diri, pembersihan hati, serta penyerahan total kepada Allah Swt. sebagai sumber kekuatan hakiki.
Melalui thoriqoh, jiwa yang merdeka akan melahirkan bangsa yang beradab. Masyarakat akan menjunjung tinggi keadilan, persaudaraan, dan cinta tanah air tanpa diliputi sifat tamak maupun kezaliman sosial.
Sejarah mencatat, para pejuang kemerdekaan terdahulu tidak hanya mengandalkan kekuatan fisik, melainkan juga kekuatan iman. Keikhlasan mereka menjadi pelajaran penting tentang arti pengorbanan demi kebaikan bangsa.
Kini, bangsa Indonesia perlu melanjutkan perjuangan itu dengan membangun fondasi spiritual. Karena tanpa jiwa yang merdeka batinnya, kemajuan materi akan rapuh dan mudah runtuh oleh godaan hawa nafsu.
Bangsa yang besar bukan semata karena kekuatan militernya atau kekayaan alamnya. Bangsa yang sejati adalah bangsa yang mampu menundukkan hawa nafsunya, lalu berserah diri sepenuhnya kepada Allah Swt.
Kemerdekaan ke-80 ini adalah waktu yang tepat untuk memperbarui niat kolektif. Mari menjadikan nilai-nilai spiritual sebagai dasar membangun Indonesia yang adil, sejahtera, serta dirahmati oleh Allah Swt.
Peringatan kemerdekaan jangan hanya berhenti pada upacara dan simbol seremonial. Lebih dari itu, ia harus menjadi momentum introspeksi mendalam, sekaligus motivasi memperbaiki kualitas iman dan amal kebangsaan.
Jika bangsa ini mampu memaknai kemerdekaan secara lahiriah dan batiniah, maka cita-cita para pendiri negara akan terwujud: Indonesia yang berdaulat, adil, sejahtera, dan bermartabat di hadapan dunia.
Akhirnya, kemerdekaan sejati adalah ketika jiwa kembali kepada Allah dalam keadaan suci dan diridhai-Nya. Semoga 80 tahun kemerdekaan ini menjadi tonggak menuju kebangkitan spiritual bangsa Indonesia.