Scroll untuk membaca artikel
Religi

Mati Sebelum Mengenal Tuhan: Menyelami Makna Makrifat di Tengah Hiruk Pikuk Dunia

×

Mati Sebelum Mengenal Tuhan: Menyelami Makna Makrifat di Tengah Hiruk Pikuk Dunia

Sebarkan artikel ini
Seorang ulama mengenakan sorban putih dan selendang hijau sedang menyampaikan ceramah agama menggunakan mikrofon headset di sebuah tempat kajian di Gresik tahun 2025.
Dokumen: JatimTrending.id

Penulis: Abuya Ahmad Yani Illiyin
Pengasuh Pondok Pesantren Al Illiyin Gresik sekaligus Ketua Tanfidziyah PW JATMA ASWAJA Jawa Timur.

GRESIK | JATIMTRENDING.ID — Ungkapan “mati sebelum mengenal Tuhan” sering kali disalahartikan sebagai ajakan meninggalkan dunia dan segala urusannya. Padahal, maknanya jauh lebih dalam, yakni mematikan hawa nafsu duniawi sebelum ajal menjemput.

Scroll Untuk Membaca Artikel
Scroll Untuk Membaca Artikel

Makrifat, dalam tradisi tasawuf, mengajarkan manusia untuk tetap hidup di tengah dunia, bekerja, berkeluarga, dan mencari rezeki, namun dengan hati yang senantiasa tertaut kepada Allah SWT. Dunia dijalani tanpa menjadikannya pusat kehidupan.

Keseimbangan inilah yang menjadi inti dari makrifat. Manusia tidak diperintahkan untuk meninggalkan dunia, melainkan menempatkannya pada posisi yang benar. Dunia hanyalah sarana menuju pengenalan kepada Sang Khalik.

Dunia, seindah apa pun, hanyalah bayangan yang akan sirna. Segala gemerlap dan kenikmatan yang ditawarkan hanyalah sementara, tidak bisa menjadi tujuan akhir manusia yang berjiwa kekal.

Baca Juga :  Sedekah: Rahasia Rezeki Lancar dan Tiket Surga

Namun banyak manusia yang terperangkap dalam pesonanya. Mereka mengejar harta, jabatan, dan pujian, hingga lupa siapa yang menciptakan kehidupan dan mengatur segala kejadian di balik tabir dunia.

Mengenal Tuhan bukanlah sebatas memahami teks atau teori keagamaan. Lebih dari itu, makrifat adalah pengalaman batin yang lahir dari hati yang selalu hadir dan sadar dalam setiap detik kehidupan.

Kelak di akhirat, Allah akan bertanya kepada setiap manusia, “Apakah engkau mengenalku?” Pertanyaan ini hanya dapat dijawab oleh mereka yang mengenal-Nya melalui hati, bukan hanya dengan lisan.

Mereka yang telah mengenal Allah akan tersenyum ketika berjumpa dengan-Nya. Sebab seluruh hidupnya telah dijalani dalam cinta, kesadaran, dan ketaatan kepada Sang Pencipta.

Namun bagi yang sepanjang hidupnya hanya mengenal dunia, penyesalan akan datang terlambat. Mereka sadar bahwa waktu hidupnya habis untuk mencintai ciptaan, bukan Pencipta yang sejati.

Baca Juga :  Qurban Sebagai Sarana untuk Menyerahkan Diri

Karena itu, mengenal Allah Sang Maha Cinta menjadi kewajiban setiap insan. Allah adalah sumber kasih sayang yang tidak pernah kering, bahkan ketika manusia sering lalai dan berpaling dari-Nya.

Cinta kepada Allah bukan cukup diucapkan dengan lisan, melainkan dibuktikan dengan ibadah yang tulus, hati yang hadir, dan kesadaran bahwa setiap perbuatan hanyalah kehendak-Nya.

Allah berfirman dalam Surah As-Saffat ayat 96, “Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat.” Ayat ini menegaskan bahwa seluruh gerak kehidupan manusia terjadi atas kehendak-Nya.

Maka, jadikan dunia di tanganmu, bukan di hatimu. Dunia boleh dimiliki, namun jangan sampai menguasai hati, sebab hati yang penuh dunia tidak akan pernah damai.

Apabila dunia menempati hati, maka penderitaan akan muncul. Namun jika dunia hanya di tangan, hati akan tetap tenang karena pusat cintanya adalah Allah, bukan harta atau kekuasaan.

Baca Juga :  Wakil Bupati Bangkalan Jadi Khotib Idul Adha, Serukan Semangat Pengorbanan untuk Bangkalan yang Lebih Sejahtera

Untuk mencapai pengenalan hakiki kepada Allah, seseorang perlu bimbingan seorang guru mursyid. Dalam ajaran tasawuf, mencari mursyid hukumnya wajib bagi siapa pun yang ingin mengenal Tuhan secara benar.

Seorang mursyid akan menuntun muridnya melewati jalan penyucian hati, mengendalikan ego, serta menanamkan kesadaran bahwa hakikat kehidupan hanyalah perjalanan menuju Allah.

Rasulullah SAW pernah bersabda, “Barang siapa mengenal dirinya, maka ia mengenal Tuhannya.” Hadis ini menjadi dasar bahwa makrifat sejati lahir ketika seseorang menyadari hakikat dirinya di hadapan Allah.

Karena itu, sebelum ajal menjemput, manusia perlu menapaki jalan makrifat. Sebab hidup yang sesungguhnya bukan tentang berapa banyak dunia yang dimiliki, tetapi seberapa dalam hati mengenal dan mencintai Allah SWT.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *